Coba kita jawab pertanyaan ini. Mengapa kita harus sekolah? Mungkin
jawaban yang paling umum dan paling benar yang kebanyakan orang jawab adalah:
Agar kita menjadi pintar. Agar kita menjadi lebih siap untuk menjalani setiap
tantangan hidup di masa dewasa nanti. Agar kita bisa menjadi manusia yang
berkualitas, berguna untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan, bahkan bangsa
dan negara.
Seiring berjalannya waktu, tujuan itu secara tak disadari
akan memudar. Sekolah akan menjadi satu kebiasaan rutin yang dilakukan anak dari
usia 5 tahunan sampai ia beranjak dewasa kelak. Pada akhirnya yang terjadi
hanyalah ia Cuma melakukan kebiasaan rutin tersebut karena itulah yang dilakukan
anak anak lain seusianya. Niat sebenarnya sekolah adalah untuk menempa diri agar menjadi manusia yang
berkualitas telah menjadi prioritas yang kesekian, setelah rutinitas untuk
bertemu teman, nyari pacar, dan juga hanya untuk lulus dengan nilai baik.
Tak dapat dipungkiri, lulus sekolah dengan nilai yang sangat
baik adalah impian setiap siswa manapun di seluruh penjuru negeri ini. Nilai
yang baik akan memudahkan kita untuk kelak mendapatkan pekerjaan di tempat yang
bagus, dengan penawaran gaji yang bagus, dan dengan tingkat prestisi yang bagus
pula.
Sekarang mari kita tengok lagi tujuan awal yang saya
tuliskan di paragraf pertama tadi. Menjadi manusia yang berkualitas, berguna
untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan, bahkan bangsa dan negara.
Jika seseorang telah berhasil bekerja pada suatu perusahaan
besar, Ia mungkin sudah bisa dikatakan berguna dan berhasil untuk dirinya
sendiri, ia juga akan banyak membantu kehidupan keluarganya. Dan untuk
lingkungan, sepertinya hanya beberapa yang bisa berguna. Tapi untuk Bangsa dan
negara? Belum!!
Lantas, bagaimana kita bisa berharap negeri kita ini bisa
maju jika kebanyakan dari penduduknya melakukan dan menjalani hidup dengan
tujuan seperti yang saya jabarkan di atas?
Adakah yang harus dirubah dari sistem pendidikan kita?
Semuanya kita kembalikan kepada masing masing pemilik diri.
Tujuan untuk bersekolah itu harus benar-benar diluruskan. Untuk mencari ILMU,
bukan NILAI. Saya pernah menonton sebuah film dari india yang memberikan
ilustrasi tentang hal ini, Judulnya 3 Idiots. Film itu menceritakan tentang
seorang anak yang sangat cerdas yang bersekolah dan kuliah dengan tujuan
mencari ilmu. Ia tidak mengincar ijazah,
ia juga tidak ngotot lulus dengan nilai yang baik (meski akhirnya ia memang lulus
dengan nilai terbaik). Ketika ia lulus, ijazahnya dan gelar mahasiswa terbaik
itu ia lepas untuk orang lain. Ia hanya
mencari ilmu, dan pada akhirnya ia memang menjadi ilmuwan, menjadi seorang
penemu. Yang tentu saja membuktikan kalau ia telah berhasil menjadi manusia
yang berguna untuk bangsa dan negaranya. Tanpa ijazah! Tanpa predikat mahasiswa
terbaik! Memulai dari bukan siapa-siapa, tetapi menjadi dikenal karena potensi
dan ilmunya. Bukan karena gelarnya.
Kembali ke sistem pendidikan kita.
Sayangnya dalam lingkungan sekolah biasanya secara tak
langsung mental “hanya untuk mencari nilai” itu sudah ditanamkan kepada seluruh
murid. Biasanya murid murid kesayangan guru adalah murid yang memiliki
nilai-nilai baik di seluruh mata pelajaran. Tidak boleh ada satu mata pelajaran
pun yang nilainya jeblok. Kalau ada, maka berarti murid tersebut harus
mengulang dan mengulang lagi sampai dia bisa mencapai batas nilai terendah dari
standar penilaian. Melelahkan!
Pada akhirnya yang terjadi adalah murid murid melakukan
segala cara agar ia bisa mendapatkan nilai baik. Bisa dengan mencontek,
membayar teman agar mau mengerjakan tugasnya, dan lain sebagainya. Semua itu
dilakukan semata-mata karena mental mereka sudah tercetak untuk terobsesi pada nilai. Bukan pada
pelajarannya.
Lalu siapa yang paling berperan besar untuk meluruskan
tujuan sekolah murid-murid ini? Tentu saja sang pengajar. Guru, yang dipercaya
sebagai sang pendidik harus lebih kreatif dalam menerapkan metode pembelajaran.
Dulu, ketika saya masih bersekolah, Ada satu mata pelajaran yang setiap sang guru
memberikan tugas saya tidak pernah mengerjakannya sendiri. Selalu mencontek
dengan teman. Bukannya tidak tau cara mengerjakannya, saya cuma malas
mencet-mencet tombol kalkulator untuk mencari jawaban yang cara mengerjakannya
sama persis dengan contoh soal yang baru saja dijelaskan guru tersebut. Tinggal
mengganti angka, maka jawabanpun dengan mudah bisa didapat. Dan sang murid bisa
mendapatkan nilai sempurna.
Murid-murid hanya sekedar bisa mengerjakan soal tersebut. Tapi
mungkin hanya sebagian yang benar-benar mengerti.
Itukah yang dicari? Untuk kenaikan kelas atau kelulusan
mungkin iya. Tapi untuk hidup yang
sebenarnya menanti di depan, nilai itu bukan jaminan apa-apa.
Saya menyukai salah seorang guru matematika saya dulu
sewaktu masih di SMK. Beliau tidak mengajarkan untuk menghafal suatu rumus,
melainkan beliau menjelaskan mengapa rumus tersebut bisa tercipta. Untuk orang
seperti saya yang memiliki daya ingat yang kurang baik, hal itu sangat membantu
sekali. Jika saya mencoba menghafal dan mengingat semua rumus, pasti ada
kalanya bisa jadi lupa. Namun jika saya sudah mengerti mengapa rumus itu bisa
tercipta demikian, maka sampai kapanpun saya akan selalu bisa untuk
menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan rumus itu.
Mengerti itu jauh lebih baik dibandingkan hafal dan ingat.
Untuk itulah, para guru dan murid harus lebih mengerti. Bahwa
nilai itu bukanlah segalanya. Jangan tanamkan mental untuk hanya mencari nilai kepada murid. Sah sah saja
memberikan penghargaan untuk murid dengan nilai tertinggi, namun jangan pernah
menyepelekan murid yang memiliki nilai rendah. Bimbing mereka, tuntun mereka. Mungkin
murid itu memang kurang pandai dalam
bidang tersebut. Bantu mereka menemukan kelebihan mereka. Jangan dipaksa
untuk menjadi baik di bidang yang tidak dia kuasai. Tak ada manusia yang
sempurna. Dan jangan pernah sekalipun meremehkan mereka. Lihat kenyataan
tentang berapa banyak murid yang lulus dengan nilai pas-pasan tapi ternyata kini
menjadi pengusaha sukses? Berapa banyak murid yang memiliki nilai bagus di
sekolah tapi kini hanya menjadi karyawan swasta biasa?
Nilai itu bukanlah segalanya. Namun ilmu pengetahuan ditambah
imajinasi serta perilaku yang baik akan menjadi lebih dahsyat dibanding apapun
juga.
Maka dari itu tanamkanlah kepada murid agar jangan terlalu terobsesi
pada nilai. Yang penting mereka mengerti. Tingkat kemengertian setiap murid itu
berbeda, jangan paksa semua murid harus bisa mengerjakan semua soal dengan
tingkat kesulitan yang tinggi. Yang penting dasarnya sudah kuat melekat di
pemikiran mereka. Selebihnya, biarkan imajinasi mereka yang berbicara.
Gurulah yang harus melakukan semua itu. Menerapkan semua
pemahaman itu. Guru bukan hanya sekedar pengajar yang digaji pemerintah. Guru adalah
pencetak manusia-manusia berkualitas di masa mendatang. Mungkin hanya sebagian yang menyadari betapa
berat beban yang diamanatkan kepada para guru.
Takdir guru adalah sebagai pembentuk fondasi negeri ini agar menjadi
lebih kuat di masa mendatang. Karena guru juga adalah pahlawan, meski tanpa
tanda jasa.
You are rock!! ^^
ReplyDeleteThx karena kakak sudah membuka mataku :D
God Bless,,
-From a coccoon to a butterfly-
makasih atas kunjungannya deswita :)
DeleteTERIMAKASIH BANYAK. SANGAT MEMBANTU SEKALI
ReplyDelete