Skip to main content

Review Insidious Chapter 3


Kehadiran film Horror dengan judul Insidious di tahun 2010 silam telah membawa para pecinta genre ini pada sebuah pengalaman luar biasa yang mampu memicu terjadinya mimpi buruk pasca menonton film tersebut. Kesuksesan itulah yang membuat sekuel sekuelnya terus saja diproduksi untuk tahun tahun berikutnya. Di tahun 2015 ini Insidious telah memasuki chapter 3, agak janggal memang, karena chapter 3 ini sebenarnya bukanlah sekuel. Insidious chapter 3 merupakan prekuel atau awal cerita sebelum terjadinya tragedi yang menimpa keluarga Lambert di Insidious chapter 1 dan 2. Lalu pentingkah bagi kita untuk merogoh kocek untuk membeli tiket film ini dikala perekonomian sedang dalam masa sulit seperti sekarang?



Insidious Chapter 3 berlatar pada kejadian sebelum terjadinya tragedi keluarga Lambert. Mengisahkan tentang seorang gadis cantik bernama Quinn Brenner  yang baru saja kehilangan ibunya. Disetiap waktu, ia merasa kalau sang ibu selalu hadir disekitarnya dan ingin berbicara dengannya. Untuk alasan itulah ia pergi menemui seorang cenayang yang bernama Elise (penggemar Insidious pasti sudah familiar dengan dia) untuk meminta bantuan agar bisa menjadi perantara komunikasi antara ia dengan ibunya. Elise menolak untuk suatu alasan, namun ia mendapatkan pandangan kalau yang sering berkomunikasi dengan Quin itu bukanlah ibunya. Dunia kegelapan rupanya memiliki banyak penghuni dengan ribuan karakter. Keinginan yang begitu kuat dari diri Quin untuk memanggil dan berkomunikasi dengan ibunya rupanya telah mengundang makhluk lain untuk masuk ke dalam kehidupannya. Dan sialnya, makhluk yang tidak bernafas itu memiliki niat yang sangat jahat. Sebuah  niat untuk menjerumuskan Quin kedalam dunia kegelapan untuk selama lamanya, untuk menjadi budaknya.
Mampukah Elise menyelamatkan hidup Quin dan menariknya keluar dari  jerat "The Man Who Can't Breathe" itu? sementara dari dirinya sendiri terdapat pergejolakan batin karena ia sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan ritual "The Further" di sisa hidupnya.

Sedikit info, untuk Insidious Chapter 3 ini ada perubahan dalam kursi sutradara dimana James Wan tak lagi duduk di posisi tersebut. Insidious Chapter 3 ini disutradarai oleh Leigh Whannell yang tak lain adalah merupakan penulis cerita Insidious sebelum-sebelumnya. Fakta tersebut seharusnya tidak begitu berpengaruh pada tingkat keseraman film di Chapter 3 ini bukan? semoga saja.

Kengerian apa yang anda harapkan saat menonton film horror? Penampakan yang brutal? music dan scoring yang memekakkan? terapi kejut di adegan adegan tak terduga? atau penyiksaan mental yang luar biasa? apapun jawabannya, hal tersebut akan sangat  berpengaruh pada penilaian anda terhadap film insidious chapter 3 ini nantinya.

Setengah jam di awal film ini akan diisi dengan rumitnya hidup keluarga Brenner karena baru ditinggal sosok ibu rumah tangga. Sayang penggalian karakter hubungan antara Sean dan Quin sebagai ayah anak agak masih kurang emosional, tidak buruk namun harusnya bisa lebih baik lagi agar penonton bisa lebih terikat secara emosional dan peduli pada nasib mereka seperti yang disuguhkan James Wan pada film The Conjuring. Beberapa tokoh lain juga masih kurang tergali, dan akhirnya hanya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan yang begitu mendalam. Namun sekali lagi, hal ini bukannya buruk. Hanya saja aku sudah terbiasa menonton film dengan penggalian karakter yang lebih baik sehingga terlalu mematok ekspektasi yang begitu tinggi pada bagian ini.

Untuk urusan cara menakut nakuti, Insidious Chapter 3 masih setia dengan cara yang sama seperti Chapter 1 dan 2. Ya, sama. Insidious chapter 3 ini hampir tidak memilki ide untuk menakut nakuti dengan cara yang baru. Ketidakberdayaan Quin saat pemulihan kaki pasca tabrakan malah mengingatkan aku pada film yang reviewnya sudah kutulis beberapa bulan lalu, Jessabelle. Agak membosankan memang ketika menonton film horror tapi kita sudah bisa menebak kapan dan dari mana penampakan akan muncul, parahnya aku terlanjur berharap tinggi setelah menonton trailer film ini beberapa bulan yang lalu. Dan sialnya, ternyata trailer itu cukup spoiler untuk mengurangi efek kaget saat menonton film yang sebenarnya. Hal menarik seperti main ketuk ketukan di dinding dan efek kejutnya sudah tersaji di trailer. Lucunya, iringan lagu dan musik di trailer yang mampu membuat bulu kudukku berdiri itu ternyata tidak ada di film aslinya. Ya, aku berpikir trailer film ini lebih seram daripada film aslinya.
Tapi tenang, Insidious Chapter 3 bukannya tidak seram. Seperti yang tertulis di awal tadi, semuanya bergantung pada harapan apa yang anda gantungkan saat menonton sebuah film horror. Masih banyak cara cara familiar untuk menakuti yang tersaji di film ini, jika anda tidak terlalu familiar dengan film horror maka bersiaplah untuk menghadapi mimpi buruk, namun jika ada sudah sangat terbiasa dengan genre ini mungkin sebaiknya jangan terlalu berharap banyak.

Adegan klimaksnya juga agak kurang menggigit, mungkin hal itu dikarenakan penggalian karakter yang kurang dalam tadi. Sosok ibunda Quin seakan hanya menjadi angin lalu, juga sosok wanita tetangga dan bahkan sang Makhluk pengganggu itu sendiri masih meninggalkan banyak pertanyaan yang tak terjawab. Walau sebenarnya hal itu bisa dimaklumi, karena film horror biasanya memang selalu meninggalkan lubang lubang yang masih menganga untuk ukuran penonton yang terlalu memiliki banyak pertanyaan seperti aku ini.

Satu satunya yang menarik dari film ini menurut sudut pandangku adalah storyline nya yang merupakan prekuel dari film Insidious Chapter 1. Disini berbagai pertanyaan kita tentang sosok Elise dan mengapa dia bisa bekerjasama dengan dua pengusir hantu konyol di Insidious 1 bisa terjawab. dan tagline "This Is How You Die" yang tersemat di posternya juga sangat erat kaitannya dengan film Insidious pertama.  Menonton Insidious Chapter 3 ini membuat aku langsung merindukan film Insidious yang rilis di tahun 2010 lalu dan ingin menontonnya lagi. Kalian pasti merindukan sosok iblis merah yang tiba tiba muncul di belakangmu disaat yang tak terduga itu bukan?

Akhir kata, untuk menjawab pertanyaan yang ada di paragraf pertama tadi tentang seberapa penting bagi kita untuk menonton film ini aku cuma bisa bilang semua tergantung dari kondisi keuangan kita dan juga minat kita terhadap film horror.
Buat aku pribadi, menonton film Insidious chapter 3 ini tidaklah membuang waktu dan uang karena masih sangat layak untuk disejajarkan dengan para pendahulunya. Khusus untuk penggemar Insidious sepertinya wajib untuk nonton film ini, karena bisa mengobati kerinduan pada hantu hantu yang pernah muncul di seri sebelumnya. Namun untuk yang belum pernah nonton Insidious sebelumnya juga tak perlu khawatir, karena film ini adalah prekuel. Jadi belum ada hubungan dengan Insidious 1 dan 2 sehingga tak masalah kalau harus menonton chapter 3 duluan sebelum melanjutkan ke chapter 1 dan 2 (kalau ingin).

Bicara soal prediksi rating, mungkin seperti halnya film sebelumnya, Insidious Chapter 3 ini akan sangat sulit untuk menembus angka 7.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ayo ke puskesmas!!

Uhuk-uhuk... Udah beberapa hari ini batukku ga sembuh2 juga, padahal udah minum berbagai macam obat yg aku "ambil" d warung.. Merasa terganggu dengan batukku di tengah malam, ibuku memaksa aku untuk pergi berobat ke puskesmas.. Malas sih,, aku paling benci dengan bau obat obatan di puskesmas.. Huek, rasanya tambah sakit kalau mencium bau bau itu,, tapi mengingat kesehatan adalah yang paling utama, jadilah aku berangkat sendiri ke sana.. Hari itu sabtu, entah pukul berapa. banyak sekali pasien yang antri d loket... Rasa malasku timbul lagi. Ingin rasa berbalik kembali ke rumah saja, tapi tanggung ah,, udah jauh2 sampe sini jg. Di depan loket aku bilang saja mau berobat karena batuk, ternyata ibu penjaga loket ini ceriwisnya minta ampun. Aku baru ngomong 1 beliau udah ngejawab 10, aku ingin berobat sbg pasien umum (bayar). Eh, beliau malah memaksa mengisi formulir dan membuatkan kartu anggota supaya berobat gratis.. Yaudahlah, yg penting sembuh. Tp kalau gratis, Alhamduli

Sherlock holmes: A game Of Shadow

Permainan bayangan.. Dalam film ini Sherlock mendapat lawan yang sepadan. Seorang yang tak kalah jeniusnya dengan dirinya, Prof. James Moriarty. Ya, dia adalah otak dari segala terror di eropa mulai dari teror bom sampai pembunuhan-pembunuhan lain yang berpotensi meletuskan perang dunia. Di Sisi lain, partner sejatinya Dr. Watson malah berencana pensiun dari dunia penyelidikan karena akan menikah dengan tunangannya, Mary Morstan. Holmes pun menjadi stress dibuatnya, tapi pada akhirnya Watson terpaksa harus terlibat juga di dalam kasus itu karena ia dan istrinya kini juga menjadi target pembunuhan Prof. Moriaty!! Pertemuannya dengan seorang wanita Gipsy cukup membantu mereka dalam mengungkap segala trik dan rencana jahat Prof Moriaty. Berhasilkah mereka??

Trilogy Kenakalan SMP (Bag. 3: END)

"Segala sesuatu itu memiliki batas. Jika kau melewati batasan itu, maka sesuatu yang tak lazim akan terjadi" *** Adalah sebuah bangku panjang dari kayu.. Ia telah lama dibuat oleh penciptanya, ia juga telah lama berada di sana, di depan sebuah kelas. Ia selalu diperebutkan siswa dan siswi di setiap jam jam istirahat. Mungkin ia senang, mungkin juga tidak. Sebab tak semua anak yang duduk di atasnya adalah anak baik, bahkan anak baik pun bisa terlihat menjadi tidak baik jika tidak dilihat dengan baik. Kebaikan yang tidak dimanfaatkan dengan baik tidak akan mendatangkan kebaikan bagi semuanya. Baiklah, sebelum tulisanku makin kacau dan tidak membaik, ada baiknya jika aku langsung saja bercerita tentang kelakuan tak baik di masa SMP dulu. Simaklah dengan baik :) 3. Misteri Bangku Panjang (F8)